Pengaruh Resiliensi Terhadap Subjective Wel-Being Pada Remaja Akhir Pasca Putus Cinta di Karawang

Remaja akhir merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa rentang usia 18 – 22 tahun dimana pada masa ini remaja mengalami krisis perkembangan salah satunya menjalin hubungan pacaran dengan lawan jenis. Ketika remaja mengalami permasalahan akibat hubungan pacaran salah satunya putus cinta, membuat remaja akhir cenderung merasakan perasaan dan pemikiran negatif sehingga memengaruhi subjective well being yang ada pada diri mereka. Oleh sebab itu, remaja akhir memerlukan kemampuan resiliensi yang baik yaitu kemampuan bangkit dari keterpurukan akibat putus cinta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh resiliensi terhadap subjective well-being pada remaja akhir pasca putus cinta di Karawang, dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif asosiatif kausal dengan teknik pengambilan sampel kuota sampling terhadap 100 responden. Instrumen penelitian pada penelitian ini menggunakan skala psikologi, terdiri dari skala resiliensi dan skala subjective well-being. Skala resiliensi mengacu pada 7 aspek teori Reivich & Shatte diantaranya regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, efikasi diri, analisis kausal, dan reaching out. Skala subjective well-being mengacu pada teori Dieners, terdiri dari aspek afektif dan aspek kognitif. Analisis data dilakukan mengunakan uji regresi linier sederhana untuk memprediksi besaran nilai variabel subjective well-being (Y) yang dipengaruhi oleh variabel resiliensi (X) dengan hasil Y= 10.074 + 0.913X. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara resiliensi terhadap subjective well-being pada remaja akhir pasca putus cinta di Karawang, dengan nilai signifikansi 0.000 < 0.005. Maka hasil akhir dari penelitian ini adalah Ha diterima dan H0 ditolak.

Kata kunci: Remaja Akhir, Putus Cinta, Resiliensi, Subjective Well-being