Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Studi Putusan Nomor 2/Pdt.Sus/2022/PN Niaga Mdn)

Sebagai bentuk memperkenalkan produk atau jasa yang diproduksinya kepada masyarakat, maka produsen akan memberikan tanda terhadap barang dan/atau jasa yang dihasilkannya sebagai suatu hal yang dapat membedakan dengan produk lainnya. Melalui merek, masyarakat dapat mengetahui tentang ciri atau tanda dari sebuah produk yang akan dibeli atau digunakannya. Serta dengan adanya merek ini merupakan sarana informasi atau pengetahuan kepada konsumen mengenai barang/jasa yang dipasarkan oleh produsen, karena fungsi merek sendiri sebagai pembeda atau distinctivenees. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara sengketa merek pada perkara Nomor 2/Pdt.Sus/HKI/2022/PN Niaga Mdn. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konsep hukum yang berkaitan dengan perlindungan merek. Adapun kesimpulan penulis pada penelitian ini adalah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 telah dinyatakan jelas bahwasanya pendaftaran merek dapat ditolak apabila memiliki persamaan pada pokoknya terhadap merek yang terdaftar lebih dulu, namun dewasa ini masih ada merek yang memiliki persamaan pada pokoknya, sehingga diperlukan formulasi baru sebagai security system yang lebih kuat dalam pendaftaran merek dan ketelitian Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual dalam menerima pendaftaran merek, guna melindungi merek-merek yang telah terdaftar.

Kata Kunci : Merek, Perlindungan Hukum, dan Pendaftaran Merek.